JAKARTA– Persoalan tenis meja nasional yang terjadi selama ini disebut bukan masalah dualisme cabang olahraga (cabor).
Menurut Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PP PTMSI) Komjen Pol (Purn) Drs. Oegroseno, S.H, permasalahan yang ada adalah adanya kepengurusan ganda karena KONI Pusat memaksakan Pengurus Besar PTMSI (PB PTMSI) yang secara hukum ilegal.
“Jika kita taat azas dan hukum, KONI Pusat tidak perlu memaksakan kehendaknya dengan mengakui PB PTMSI yang ilegal itu. Dalam PP No.16 tahun 2007 Tentang Keolahragaan Bagian Ketiga Organisasi pasal 47 ayat 4 secara tegas menyebutkan bahwa cabang olahraga atau induk organisasi cabang olahraga yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 wajib menjadi anggota federasi olahraga internasional. Dan yang diakui di federasi internasional adalah PP PTMSI,” kata Oegroseno yang juga mantan Wakapolri itu, Sabtu (15/4).
Dengan pemaksaan yang dilakukan oleh KONI Pusat ini, Oegroseno kemudian menganalogkan bahwa PP PTMSI dan PB PTMSI seperti dua mobil yang sama satu dilengkapi surat (STNK), sementara yang satunya bodong karena keberadaannya tanpa disertai surat -surat yang sah secara hukum.
Sebagai bukti bahwa PP PTMSI satu-satunya organisasi tenis meja Indonesia yang diakui federasi internasional adalah adanya surat dari South East Asian Table Tennis Acociation (SEATTA) ditujukan langsung kepada Ketua Umum PP PTMSI Oegroseno tentang keikutsertaan atlet tenis meja Indonesia di SEA Games ke-32 Kamboja.
PP PTMSI sendiri memang sudah mengirim entry by name melalui Komite Olimpiade Indonesia (KOI) ke panitia SEA Games ke-32 Kamboja (CAMSOC).
Sebelum mengirim entry by name itu, PP PTMSI seperti dikatakan Oegroseno, sudah melakukan prosedur yang diminta oleh KOI, di antaranya adalah seleksi atlet yang diawali dengan tes fisik lengkap, review oleh KOI dua kali, data seragam kontingen, pendaftaran akreditasi, tes doping dan sudah diterima resmi oleh IADO.
Sementara PB PTMSI tidak pernah mengikuti tahapan-tahapan tersebut, tiba-tiba mereka mengambil jalan pintas menerobos ke Kemenpora dengan kendaraan KONI Pusat berbekal SK KONI Pusat saja.
Oegroseno juga menambahkan bahwa sebaiknya setiap Kementerian seperti Kemenpora RI mempunyai PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) yang wajib menegakkan semua UU/PP/Permen yang ada dalam lingkungan Kementerian.
Sebagai contoh dalam Pasal 47 PP Nomor 16 Tahun 2007 itu sudah dilanggar oleh KONI Pusat dan PB PTMSI, tetapi tidak ada yang menegakkan aturan tersebut.
Kemungkinan besar suatu saat organisasi teroris dapat mendirikan induk organisasi cabang olahraga seperti PB PTMSI yang dibentuk oleh KONI Pusat dan PB PTMSI, jadi perlu adanya kewaspadaan nasional di bidang olahraga.
Salah satu contoh lagi waktu pelaksanaan Asian Games 2018 di Jakarta – Palembang, semua pengurus yang terlibat di Asian Games 2018 tersebut harus melalui skrining ketat dari BNPT.***
Sumber Berita :
https://jakarta.suaramerdeka.com/olahraga/1348477612/soal-tenis-meja-oegroseno-minta-koni-pusat-dan-kemenpora-tak-paksakan-kehendak-mengakui-cabor-ilegal